Jumat, September 18, 2009

Selasa, September 15, 2009

Umat Harus Kuat di Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi

Jakarta,9/9(Pinmas)--Dinamika dan pertumbuhan umat Islam di kawasan melayu tidak hanya memberikan harapan dan hasil yang pasti untuk membangkitkan umat Islam dari keterpurukan, tetapi juga berupaya untuk mengangkat derajat umat Islam dalam percaturan dunia. Namun demikian ada tiga hal yang harus diperhatikan umat Islam nusantara ini, yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
Demikian dikemukakan Kepala Badan Litbang dan Diklat Depag, Prof Dr Atho Mudzhar pada silarurahmi dan dialog ulama serta intelektual Islam: menyikapi perkembangan sosial keagamaan umat Islam di era kontemporer yang diselenggarakan Yayasan Dakwah Malaysia Indonesia (Yadmi) di Jakarta, Rabu (9/9) sore.
"Ketiga hal itu sangat penting bagi umat Islam, tidak boleh salah satunya lemah karena mengakibatkan kita mudah tergelincir," papar Atho.
Menurut Atho Mudzhar memperjuangan tidak hal itu bagi kepentingan umat juga merupakan jihad fi sabilillah. Jihad tidak hanya dapat dilakukan umat dengan berperang, tapi beragam cara, termasuk juga berbakti kepada ibu-bapak.
Sementara itu mantan Mufti Johor Malaysia Datuk M. Nuh mengatakan keberadaan umat Islam di kawasan Melayu mulai diperhitungkan berdasarkan pada khazanah keilmuan yang dikembangkan oleh para ulama dan Intelektual di Alam Melayu serta membawa dampak positif bagi seluruh umat Islam di Dunia.
"Ulama berperan mengatur strategi mengembalikan izzah, nama baik Islam," kata Nuh.
Para ulama dan intelektual Islam di Alam Melayu mengharapkan peranan umat Islam Indonesia dan Malaysia untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Kuatnya pengaruh budaya dan rekayasa peradaban dunia saat ini, juga menimbulkan kesadaran pada umat Islam di kedua negara rumpun Melayu yang berkembang ke arah yang lebih maju. "Kembalikan marwah umat, wujudkan kekuatan ekonomi melalui wakaf dan baitul mal," ujarnya.
Ketua Dewan Pembina Yadmi KH DR Tarmizi Taher mengatakan, dewasa ini perkembangan sosial keagamaan umat Islam kontemporer di Indonesia dan Malaysia mengalami dinamika sangat berarti bila dikaitkan dengan jumlah umat Islam yang mayoritas menganut paham Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Dinamika sosial umat Islam ditandai dengan maraknya persoalan sosial keagamaan yang semakin meningkat pada tingkat akar rumput (grass root) di kedua negara satu kawasan dan rumpun kultur Melayu.
Pada Kamis, 10 September 2009, Yadmi bekerjasama dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Balitbang Depag mengadakan Seminar Internasional Tajdid Pemikiran Islam: Ahlus Sunnah wal Jama`ah di era liberalisasi pemikiran Islam dengan pembicara KH. Dr. dr. Tarmizi Taher, Datuk Mohammad Nakhaie Ahmad (Ketua Yayasan Dakwah Islamiah Malaysia - YADIM), Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar, Prof. (Emiritus) Dr. Osman Bakar (Universitas Malaya Malaysia), Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj (Ketua PBNU), Prof. Dr. Idris Zakaria (Universitas Kebangsaan Malaysia), dan Prof. Dr. Hamdani Anwar (UIN Jakarta). (ks)

Pendidikan Jangan Diabaikan

Prof.Moh.Ali : Pembangunan Pendidikan Jangan Terabaikan
Foto

Jakarta, 8/9 (Pinmas)--Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama Prof Dr Mohammad Ali mengingatkan pembangunan bidang pendidikan jangan terabaikan agar tekad menjadikan bangsa Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur dapat dicapai.
"Pembangunan nasional berkelanjutan membutuhkan sumber daya manusia berkualitas secara memadai," kata Mohammad Ali kepada wartawan di Jakarta, Selasa, yang juga disebarkan melalui surat elektronik.
Guru besar Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, yang meraih doktor dari IPB menyatakan ketentuan perundangan bidang pendidikan sudah cukup.
"Saat ini kondisinya menantang segera diimplementasikan secara komprehensif dan akurat," kata pendidik yang pernah meraih gelar master dari IKIP Bandung dan Universitas Pittsburgh Amerika Serikat.
Mohammad Ali menyampaikan pandangan itu terkait rencana bedah buku karyanya yang berjudul "Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional" dalam waktu dekat ini. Pendidikan nasional, menurut Ali, harus berorientasi kepada pembangunan nasional.
Program pendidikan diarahkan kepada perwujudan masyarakat Indonesia yang beriman kepada Tuhan dan berakhlak mulia, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki kecerdasan intelektual, sosial dan spiritual, memiliki kecakapan hidup, berbudaya dan berkepribadian Indonesia, katanya.
"Kesempatan memperoleh pendidikan berkualitas harus sungguh-sungguh merata dan dikelola secara efektif, produktif, afisien, akuntabel dan transparan," katanya.
Sejumlah hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan pendidikan nasional yang berkualitas, kata Ali, antara lain kualitas guru dan dosen, fasilitas belajar yang cukup dan sesuai standar, relevansi kurikulum, dan kualitas perguruan tinggi yang masih belum memuaskan.
Ali memaparkan saat ini baru terdapat 40 persen guru yang disertifikasi, tiga persen anak SD/MI dan tujuh persen anak SMP/MTs yang belum tertampung di bangku pendidikan (unreachable).
Selain itu masih lebih dari lima persen siswa yang tidak lulus ujian akhir nasional, 13 persen ruang kelas SD dan SMP dalam kondisi rusak, dan baru 70 persen SMA yang memiliki perpustakaan."Kondisi ini harus segera ditangani dengan baik," katanya.
Ia juga menyoroti materi yang dipelajari di sekolah banyak yang kurang relevan dengan bidang-bidang pekerjaan yang tersedia sehingga meningkatkan pengangguran.
"Jalan keluarnya antara lain mengintensifkan pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup, kewirausahaan," ujar pria kelahiran Cirebon tahun 1953 yang pernah menjabat Dekan Fakultas Pendidikan Universitas Indonesia itu.
Peraih penghargaan dari Yayasan Sumitomo Jepang itu optimistis program pendidikan dapat dijalankan dengan baik. (ant/ts)